- Odeon Herodes Atticus dan pemandangan kota Athena - |
Kadang tak perlu banyak alasan bagi saya untuk melakukan suatu perjalanan besar, cukup sedikit rasa penasaran dan video konser yang memikat dari 21 tahun yang lalu. Adalah Yanni, musisi dan komposer asal Yunani, yang bertanggung jawab atas konser megah itu dan membuat saya penasaran dengan situs Akropolis di kota Athena. Maka ketika bulan Mei lalu saya melihat langsung amfiteater tempat konser itu diadakan, alunan lagu “Santorini” bermain di kepala saya. Duh, ingin sekali menikmati musik melodius itu dimainkan tepat di amfiteater Odeon Herodes Atticus ini, walaupun mungkin saya akan menonton sambil menangis karena terharu.
Namun ketika membaca berita tentang aksi sosial di Athena beberapa hari yang lalu, bukan rasa haru yang saya rasakan, melainkan sedih.
* * *
- Grafiti di Odos (Jalan) Charilaou Trikoupi, dekat Airbnb kami di Exarchia - |
Aksi sosial yang rusuh baru-baru ini terjadi di kota Athena sebagai sebuah ekspresi masyarakatnya menanggapi krisis ekonomi yang berkepanjangan. Saya dan Diyan khawatir karena kami tak ingin kerusakan terjadi lagi pada kota itu, dan kami ingin orang-orang baik yang kami temui di sana selalu mendapatkan kebaikan pula. Kota Athena yang kami tahu bukanlah kota yang berbahaya, melainkan kota yang menyenangkan. Memang, kami hanya menghabiskan sekitar delapan hari di sana – dua hari di awal perjalanan, lima hari di akhir perjalanan, dan satu malam di tengah perjalanan antara Pulau Mykonos dan Pulau Kreta. Meskipun begitu, banyak hal menyenangkan yang kami alami dan ingin saya ceritakan tentang kota Athena.
Athena memiliki banyak area yang memiliki kontur naik turun, bahkan beberapa bukit tinggi terdapat di tengah-tengah kota. Pemukiman ditata rapi menuruti kontur tersebut, dan secara keseluruhan kota ini jauh lebih teratur daripada banyak kota yang pernah saya kunjungi dan tinggali di Indonesia. Sebagian area memang terkesan agak mengerikan di malam hari yang sepi, seperti di area Exarchia, karena banyaknya coretan liar di dinding dan beberapa pojok dijadikan tempat tinggal oleh tunawisma. Namun saat kami tersesat di area ini pula, kami berpapasan dengan beberapa orang yang dengan ramah menunjukkan arah untuk ke lokasi yang sedang kami tuju. Salah satunya seorang wanita dengan aksen Inggris yang bahkan menawarkan bantuan tanpa kami minta; sepertinya jelas sekali terlihat kebingungan di wajah kami di perempatan jalan saat itu. Saya menyadari, bahwa saya telah berprasangka buruk hanya karena tampilan agak kumuh area itu.
- Bukit Lykabetus dilihat dari Kuil Parthenon, Akropolis. Titik putih di puncaknya adalah bangunan gereja. - |
Athena sangat sadar potensi, sehingga tempat-tempat wisatanya terawat baik, yang kebanyakan merupakan tempat-tempat bersejarah. Mencari informasi tentang tempat-tempat inipun mudah, baik di internet, di pusat informasi di daerah Akropolis, hingga para hosts Airbnb kami. Ada yang bilang, memang cuma pariwisata yang bisa diandalkan Yunani karena mereka tak punya kekayaan lainnya, tapi saya tak paham tentang ini.
Di awal perjalanan, sesekali kami tersasar di Athena akibat tak bisa membaca nama jalan dalam aksara Yunani. Diyan yang biasanya lihai dalam menemukan destinasi dengan hanya bermodalkan peta, kali ini keok. Tak heran ada ungkapan “It’s all Greek to me!” untuk segala sesuatu yang sulit dimengerti. Saat menuju Lykabetus Hill, kami sempat berjalan setengah jam lamanya, di jalan menanjak, untuk kemudian mengetahui bahwa kami telah berjalan ke arah yang berlawanan. Seorang pegawai di agen perjalanan yang kami temui secara acak menyarankan kami naik taksi saja karena kami sudah melenceng terlalu jauh.
Kira-kira dua minggu kemudian, saya mulai bisa membaca aksara Yunani walaupun masih sangat lambat seperti anak kelas 1 SD yang baru belajar membaca. Saya membaca hampir setiap tulisan dalam aksara Yunani yang saya temui, baik pada grafiti yang saya lihat dari dalam bus, maupun di lembar menu restoran saat kami makan siang. Sejak itulah kami mulai jarang tersasar dan kota Athena jadi terasa lebih familier. Diyan membaca peta, saya membantu membacakan nama-nama jalan. Mencari bioskop terbuka (alias misbar) di area Kolonaki pada malam terakhir kami di Athena menjadi perkara mudah, dan baru saat itu kami menyadari bahwa itulah area yang kami cari-cari saat menuju Lykabetus Hill tempo hari!
- Bioskop terbuka Dexameni di Kolonaki. Kami menonton "100 Year-Old-Man Who Jumped Out of The Window And Disappeared", film berbahasa Swedia dengan teks terjemahan bahasa Yunani. - |
- Penjaga loket bioskop yang ramah. - |
Walaupun Athena memiliki penduduk yang sepertinya berwatak keras, lalu lintasnya tertib dan suara klakson jarang terdengar. Para pengemudi dengan sabar menunggu kendaraan di depannya melaju saat lampu hijau baru menyala. Hak pejalan kaki pun dihargai di sana. Kami menyeberang jalan dengan aman saat lampu hijau bagi pejalan kaki menyala, dan tak ada kendaraan yang berhenti seenaknya di atas zebra cross!
- Laporan cuaca di Stasiun Metro bawah tanah Akropoli. Hari itu 26 derajat Celcius. - |
Metro, nama untuk sistem kereta dalam kota di Athena, merupakan kendaraan umum yang paling sering kami gunakan selama di sana. Besar ongkos bukan ditentukan oleh jarak ataupun frekuensi menumpang kereta, tapi ditentukan oleh durasi. Paling sering kami membeli tiket Metro yang berlaku selama 70 menit (atau 90 menit, ya? Saya lupa tepatnya). Tak masalah sejauh apa jarak yang kami tempuh atau berapa kali kami bolak-balik naik Metro, asalkan masih dalam durasi yang ditentukan tiket masih berlaku. Sistem pembayaran Metro sangat mengandalkan kejujuran penumpang. Tak ada kondektur yang memeriksa tiket, tak ada pintu masuk dengan palang otomatis. Yang ada hanya mesin untuk penumpang memvalidasi tiket yang kemudian tertandai tanggal dan jam secara otomatis.
“Wah, kita bisa nggak bayar sama sekali, dong, ya? ‘Kan nggak ada yang meriksa tiket!” ujar saya jail. Tentunya saya tidak benar-benar bermaksud naik Metro tanpa membayar, tapi ide itu tak pelak muncul di kepala saya. “Kok orang sini percayaan banget, ya? Kira-kira penumpangnya pada bayar semua, nggak ya?” lanjut saya lagi, yang hanya ditanggapi dengan ekspresi berpikir oleh Diyan.
Satu atau dua perjalanan menggunakan Metro kemudian, kami mendapatkan jawabannya. Ketika berjalan menuju pintu keluar Stasiun Akropolis, beberapa orang petugas berseragam sedang memeriksa tiket para penumpang yang baru keluar dari kereta, termasuk kami. Setelah tiket diperiksa, kami pun dipersilakan pergi dengan ramah. Jika kedapatan tiket belum diverifikasi, penumpang wajib membayar 60 kali lipat harga tiket, yang berarti 72 euro! Waduh, gawat kalau harus kehilangan uang sebanyak itu. It’s true that honesty is the best policy! Phew!
- Sekelompok musisi di jalan khusus pejalan kaki, di dekat kompleks Akropolis. - |
Beberapa kali kami melewati Stasiun Akropolis karena itulah stasiun terdekat dari situs wisata Akropolis yang kami datangi lebih dari sekali. Situs Akropolis merupakan tujuan utama saya di Athena karena begitu bersejarahnya, selain rasa penasaran saya terhadap Odeon Herodes Atticus. Kuil Parthenon, yang didirikan untuk memuja Dewi Athena dan kemudian sempat beralih fungsi menjadi gereja lalu masjid, adalah situs utama di sana karena merupakan kuil terpenting bagi sejarah kota Athena. Namun pesona kuil ini tak sanggup memalingkan keterpikatan saya dari Odeon Herodes Atticus. Sayangnya pengunjung tak diizinkan masuk ke amfiteater, sehingga saya hanya bisa memandanginya dari atas.
Amfiteater ini didirikan oleh seorang bangsawan Yunani, Herodes Atticus, untuk mengenang istrinya, seorang bangsawan Romawi. Bangunan setengah lingkaran ini didirikan untuk mengadakan konser musik dan hanya berkapasitas 5.000 penonton, jauh lebih kecil daripada Theater of Dionysus yang berkapasitas 17.000 penonton dan terletak di lereng bukit yang sama. Namun amfiteater kecil itu masih kerap digunakan untuk pertunjukan musikal di musim panas. Sayangnya, karena saat itu masih di penghujung musim semi, jadi belum ada pertunjukan yang bisa saya nikmati di sana. Ah, tanggung sekali!
- Kuil Parthenon, kuil utama dalam kompleks Akropolis. Banyak restorasi yang sedang berlangsung. - |
- Pilar-pilar bergaya Doric penyangga Kuil Parthenon. - |
- Puing-puing pilar di Akropolis. - |
- Titik berfoto wajib di depan kuil Parthenon. Saya dengan kalung 'evil eye' dan Diyan dengan kaos Sparta barunya. - |
Begitu banyak
kesan menyenangkan yang kami alami di Athena tak menutup kenyataan bahwa turis
di Athena juga harus berwaspada karena adanya pencopet berkeliaran. Saat kami
baru tiba dan naik Metro ke arah Piraeus, Diyan melihat seorang lelaki seperti
sedang memasukkan tangannya ke tas seorang ibu yang bukan dalam kelompoknya.
Belum terjadi apa-apa, kami sudah sampai di Stasiun Piraeus. Entah apa yang
terjadi kemudian, semoga ibu itu tidak kecopetan. Namun adegan mencurigakan itu
membuat kami ekstra hati-hati selama sebulan di Yunani. Yah, sebenarnya tak ada
bedanya dengan di Jakarta, kami sudah terbiasa harus berhati-hati di tempat
umum.
Hari terakhir di Athena kami habiskan dengan berjalan-jalan di area Plaka dan Anafiotika. Plaka adalah pusat toko suvenir di tengah kota, yang bisa ditempuh sebentar saja dengan berjalan kaki dari kompleks Akropolis. Ya, kami layaknya turis Indonesia yang suka membeli oleh-oleh, dan kami melakukannya dengan senang hati untuk orang-orang tersayang yang belum punya kesempatan untuk menginjakkan kaki di negeri indah ini. Sedangkan Anafiotika, terletak tak jauh dari Plaka, adalah satu-satunya area pemukiman yang masih mempertahankan suasana ala kampung di tengah-tengah Athena yang metropolis. Saya sangat menikmati menyusuri gang-gang sempit di kampung itu, karena itu kesempatan terakhir saya menikmati suasana khas Yunani sebelum kembali ke Indonesia. Sudah menyenangkan, dapat bonus pula, yaitu bertemu banyak kucing menggemaskan sedang berjemur di hari pertama musim panas!
- Turis di antara restoran dan toko suvenir di Plaka. - |
- Al fresco di hari pertama musim panas, Plaka. - |
- Salah satu sudut Anafiotika, seperti di kartu pos. - |
- Teman baru yang manja. - |
* * *
Saat ini seorang teman saya sedang berlibur di Athena. Ia mengirimkan pesan bahwa kondisi di sana sudah aman, tak ada kerusuhan. Walaupun begitu, perekonomian mereka sepertinya kian terpuruk, seperti yang dikabarkan Stelios, salah satu hosts Airbnb kami di Athena. Saya tidak mengerti benar tentang situasi politik mereka, tapi saya berharap penduduk Yunani tidak menyerah. Saya ingin Yunani tetap menakjubkan seperti konser Yanni di Athena yang pertama kali membuat saya tersihir akan kemegahannya. Mungkin suatu saat saya akan bisa menangis haru, bukan sedih, di Odeon Herodes Atticus.
aaah, aku terharu bacanya. semoga Yunani selalu baik-baik saja, apalagi gue belum ke sana. hehe...
ReplyDeletetampaknya, yang paling menyenangkan memang jalan-jalan di gang yaaa, bisa liat ini-itu. dan foto kalian berdua bagus banget di depan Parthenon, turis lain yg motoin?
iyaaa.. semoga kondisi segera baik.
Deleteyap, enaknya 'slow traveling' tuh bisa lebih banyak eksplor dan ketemu hal-hal tak terduga.
Fotonya difotoin turis lain, dan tentunya kami juga kebagian motoin turis2 lain.. Sesama turis harus saling motoin! hahaha..
Semoga yunani bisa menyelesaikan krisis nya tanpa rusuh yaaa kak
ReplyDeleteSedih kalo liat orang2 ramah, bangunan2 sejarah yg indah mesti kacau karna krisis :-(
iya cumz, amin..
DeleteSaya tinggal di Athena mbak, tepatnya di Pangrati, belakang ancient stadium Kali Marmaro selama 8 tahun. Membaca catatan perjalanan ini, membuat saya haru, nostalgia....
ReplyDeleteSalam kenal ya
Wah, itu letaknya di tengah kota ya Mbak? (barusan lihat di google map..hehe)
DeleteAsyik bangeeet 8 tahun di Athenaaa.. :D
Aku cuma total 8 hari di sana, sangaaatt senang tapi juga ngarepnya lebih lama lagi karena terlalu banyak yang menarik buatku..
Salam kenal juga Mbak Veronica :)
Mba Veronica & Mba Vira, salam kenal ya.. saya mau banyak tanya2 nih tentang liburan ke Athens as a solo traveler. Kemana saya bisa contact ya? thank you and really appreciate
Deletekalau ada twitter, bisa mention saya ke akun @viraindohoy Mbak :)
DeleteUdah lelah 30 menit nanjak dan ternyat asalah itu gimana rasa nya kak ???? hahaha
ReplyDeleterasanya pegel.. ya kaki, ya hati :))
DeleteSalam kenal mbak. Sy mau tny, pake buku panduan apa untuk ke athena dan santorin nya? Makasih
ReplyDeleteHalo,
Deletesaya waktu itu nggak pake buku panduan apa-apa. Cuma bermodal browsing dan nanya-nanya ke host penginapan aja :)
mbak blognya kereenn 😀😀
ReplyDeleteawalnya iseng iseng doank browsing tentang info perjalanan yunani nyampe ke blog mbaknya yg detail bgt jabarin tentang greece.
baru tau juga greece kotanya banyak. kirain cuman Oia aja 😂😂
salam kenal ya mbak Vira 😀😀
mbak blognya kereenn 😀😀
ReplyDeleteawalnya iseng iseng doank browsing tentang info perjalanan yunani nyampe ke blog mbaknya yg detail bgt jabarin tentang greece.
baru tau juga greece kotanya banyak. kirain cuman Oia aja 😂😂
salam kenal ya mbak Vira 😀😀
Hai Margaret, terima kasih yaaa.. dan salam kenal juga :D
DeleteIya, Yunani emang luas, jadi banyak kotanya, dan menurutku sih banyak yang keren.. hehehe..
Keren mbak perjalanannya.. Lagi nabung buat kesitu soalnya... Yang artikel biayanya membantu banget..tapi penasaran ama athena makanya cek link athena ini..
ReplyDeleteMakasih mbak...jadi envy bangt..*lihatsaldotabungan
semoga tabungannya segera cukup..
DeleteHi mbaa..salam kenal ya mba, saya vany. Mid year 2017 rencana mau ke sana, ntar aku boleh tanya2 ya mba. Thanks :)
ReplyDeleteHi mbaa..salam kenal ya mba, saya vany. Mid year 2017 rencana mau ke sana, ntar aku boleh tanya2 ya mba. Thanks :)
ReplyDeleteHalo, boleh.. silakan :)
Delete