Setiap traveling,
saya selalu berusaha mencoba makanan lokal, terutama jika itu tempat baru bagi
saya. Kadang gagal, alias saya nggak suka makanannya, kadang sukses alias nagih
dan terbayang-bayang terus sampai saya balik lagi ke Jakarta. Kadang dulu suka,
pas balik lagi ke tempat itu ternyata saya sudah berubah selera.
Beberapa kali saya makan gudeg di macam-macam tempat di
Yogyakarta, dan saya suka banget. Tapi dalam kunjungan ke Yogyakarta akhir
tahun lalu, gudeg yang saya makan di Wijilan rasanya terlalu manis.
Pertama kali mencicipi dawet telasih di Pasar Gede, Solo,
saya langsung jatuh cinta. Dan rasa itu masih ada ketika saya makan dawet
telasih kedua kalinya di tempat yang sama, selang beberapa tahun.
Konro Karebosi di Makassar, nggak pernah gagal. Ayam
rica-rica di Manado, enaknya (dan siksaannya) sampai ke ubun-ubun. Nasi ayam Hainan
di Singapura, selalu enak. Pho asli di Vietnam, ada yang enak, ada yang biasa
saja, saya lupa detailnya. Gyros di Yunani, enak kalau nggak sering-sering
makannya.
Saya sendiri bukan orang yang bisa detail kalau membahas
makanan. Sejujurnya, jarang ada makanan yang nggak enak buat saya. Kebanyakan
makanan itu B (biasa aja), enak, atau “nambah dong!”. Jadi, saya juga bukan
orang yang rewel soal makanan kalau sedang bepergian ke luar kota atau luar
negeri. Yang bikin saya rewel itu biasanya kalau telat makan atau porsinya
terlalu sedikit.
TAPI. Walaupun saya cukup easy going dalam hal makan, saya punya comfort food. Nggak spesifik menunya apa, tapi dia adalah MAKANAN
PADANG. Eh, sebenarnya makanan Minang sih, tapi kita sudah biasa menyebutnya
makanan Padang, jadi ya sudahlah.
Jadi, hampir tiap pulang dari trip manapun, kecuali trip
Sumatera Barat atau Lampung, sesampai di Jakarta saya biasanya mengalibrasi
lidah dengan makanan Padang. Saya nggak terlalu pilih-pilih warung atau
restoran yang mana, yang penting makanan Padang. Kenapa Lampung juga? Karena kalau
ke Lampung berarti saya ke rumah orang tua, dan menu utama di rumah, ya,
makanan Padang.
Orang tua saya berasal dari Sumatera Barat. Saya sendiri
lahir di Lampung. Selain sajian di rumah, kalau makan di luar bersama keluarga
kami sering makan di restoran Padang. Tapi entah kenapa saya nggak terlalu
tahan dengan pedas, sampai-sampai sering diledek “Padang KW”. Beberapa menu
makanan Padang favorit saya antara lain: ayam balado, ayam pop, gulai tunjang
(kikil), gulai otak, ati balado, gulai jariang (jengkol), dan dendeng batokok. Ngeri, ya, kebayang
kolesterolnya. Itu sebabnya, saya sekarang berusaha mengurangi makan beginian, walaupun lezatnya nggak ada
yang bisa menandingi!
Coto makassar boleh lah jadi paporit manja, kalo gw ada rawon, soto madura .... Trus semalam lagi kangen pepes sama sayur urap.
ReplyDeleteKalo makanan padang last choice hahaha
kangen ke pepesnya udah terobati belum mz?
DeleteHahaha... "Padang KW"!! Sama dong, gw juga sering disebut "Jawa murtad" karena ga suka gudeg & rawon. Gudeg selalu terlalu manis buat gw, yang katanya versi asin sekalipun.
ReplyDeleteMakanan manado menurut gw paling enak dari semua makanan di Indonesia, disusul masakan Padang.
Tapi comfort food gw selalu soto ayam lamongan, hihihi...
*tos murtad* :))
Deletegue sendiri gak begitu favoritin soto ayam, tapi soto kadipiro di jogja enak tuuuhh