Rawa Pening dari kacamata teman saya, Rere. |
Hari Senin kemarin, saya diajak teman menghadiri acara
Festival Prestasi Indonesia 2017 di Plenary Hall, JCC, Jakarta. Ajakannya cukup
mendadak, tapi untungnya saya bisa sampai ke sana beberapa menit sebelum acara
dimulai. Ruangan besar ini diisi deretan booth berbagai merek, berbaris-baris
kursi di bagian tengah, panggung di paling ujung, dan lautan banyak manusia.
Ada apa ini sebenarnya?
Jadi, Festival Prestasi Indonesia 2017 adalah acara yang
diadakan oleh Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-Pancasila)
dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-72. Dipaskan
dengan angka 72 itu, mereka memilih 72 orang Indonesia yang berprestasi untuk
diberikan penghargaan. Salah satu kriterianya, pernah memperoleh penghargaan
atau juara tingkat nasional dan internasional. Kategori bidangnya ada 4 macam,
yaitu sains dan inovasi, olahraga, seni budaya, dan kegiatan sosial.
Beberapa nama peraih penghargaan sudah familier buat saya,
seperti Garin Nugroho, Rudy Hartono, Joey Alexander, dan Nano Riantiarno. Banyak
nama yang saya belum pernah dengar, tapi untungnya ada buklet berisi keterangan
72 orang tersebut. Beberapa di antaranya, seorang anak jenius yang sudah lulus
kuliah di usia 16 tahun dan menerbitkan buku, ada dokter bedah pendiri rumah
sakit apung untuk rakyat tak mampu, serta seorang pelajar pemenang Olimpiade
Robot Singapura.
Di tengah-tengah banyaknya berita buruk tentang kelakuan
rakyat negeri ini, lega juga mengetahui bahwa masih banyak orang berprestasi positif
mewakili Indonesia.
Bukan hanya 72 orang ini yang meniupkan kabar baik tentang
Indonesia. Di sana juga hadir Sido Muncul, perusahaan jamu yang sudah berdiri
sejak 1940, di booth paling dekat dengan pintu masuk. Mereka membagi-bagikan
minuman jamu campur es batu. “Aaaahhh…segaaarr!” seru saya setelah
mencicipi. Tapi, kok jamu bisa manis begitu? “Ini dicampur rasa jeruk, Mbak,”
Mas penjaga booth menjelaskan. Oh, pantas. Ternyata namanya pun Alang Sari Sido Muncul rasa Jeruk Manis. Sensasinya persis es jeruk yang biasa
dihidangkan di restoran pinggir kolam renang.
Bahwa jamu sekarang ada yang manis, itu memang kabar baik
buat saya yang tak tahan rasa pahit. Tapi sebenarnya ada banyak kabar yang
lebih baik dari perusahaan jamu yang awalnya tumbuh di Yogyakarta ini.
Seiring usia yang sudah matang pohon, Sido Muncul sudah
banyak melakukan program sosial. Antara lain, membina masyarakat untuk membuat Desa Rempah dan Desa Wisata Buah di Kabupaten Semarang. Program Desa Rempah
sudah dilakukan sejak tahun 2014 di beberapa tempat, yaitu Desa
Bergas Kidul, Diwak, Gondoriyo, Kelurahan Karangjati, Ngempon, dan Klepu. Yang ditanam adalah jahe, kunyit, kayu manis, daun katuk, dan banyak lagi. Hasilnya bisa digunakan
masyarakat atau bahkan dijual ke Sido Muncul untuk diolah menjadi jamu.
Sedangkan Desa Wisata Buah baru berlangsung hampir dua tahun, di Desa Diwak dan Bergas Kidul yang letaknya di kawasan pabrik Sido Muncul. Program ini lebih ditargetkan untuk menjadi daya tarik wisata yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan buah-buah seperti durian dan alpukat. Letak desa-desa ini pun strategis, karena memiliki jalur lintas strategis wisata. Desa Bergas Kidul di jalur lintas menuju Candi Gedong Songo, dan Desa Diwak tak jauh dari pemandian air hangat di Dusun Kalisori.
Selain sosial, program-program mereka kreatif juga, ya.
Sedangkan Desa Wisata Buah baru berlangsung hampir dua tahun, di Desa Diwak dan Bergas Kidul yang letaknya di kawasan pabrik Sido Muncul. Program ini lebih ditargetkan untuk menjadi daya tarik wisata yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan buah-buah seperti durian dan alpukat. Letak desa-desa ini pun strategis, karena memiliki jalur lintas strategis wisata. Desa Bergas Kidul di jalur lintas menuju Candi Gedong Songo, dan Desa Diwak tak jauh dari pemandian air hangat di Dusun Kalisori.
Selain sosial, program-program mereka kreatif juga, ya.
Lalu, kamu tahu CSR berupa ‘mudik gratis’ dari berbagai perusahaan
belakangan ini? Ternyata Sido Muncul adalah salah satu perintis kegiatan itu.
Mereka sudah mengadakan mudik gratis bagi para penjaja jamu sejak tahun 1991!
Wow. Sedangkan di dunia pariwisata, mereka membantu meningkatkan pariwisata
Indonesia lewat besutan iklan Kuku Bima, yang dibintangi Shanty, dengan
macam-macam latar
keindahan alam Indonesia. Hm, iya juga, ya. Ada banyak cara untuk pihak
swasta ikut meningkatkan pariwisata negeri.
Di panel paling ujung terpampang foto danau yang besar,
dengan tulisan “Rawa Pening” di atasnya. Nah, ini dia, danau yang pernah dikunjungi
teman-teman saya. Obrol punya obrol, ternyata Rawa Pening sedang dijadikan proyek
pelestarian lingkungan oleh Sido Muncul. Masalah yang dihadapi danau ini bersumber
dari tanaman eceng gondok yang seenaknya tumbuh liar dan semakin menjajah danau.
Menurut Pak Irwan Hidayat, Direktur PT Sido Muncul Tbk, danau Rawa
Pening harus dibersihkan dari eceng gondok agar tetap indah dan potensi
wisatanya bisa dioptimalkan. Masyarakat bisa mendapatkan penghasilan dari
pariwisata di sekitar Rawa Pening, sehingga tak perlu lagi meladang di lereng
gunung sekitar danau. Sekarang ini, sisa-sisa tanah cangkulan dari lereng
banyak yang terbawa air hujan ke dalam Rawa Pening, sehingga menimbulkan
sedimentasi yang berakibat pada pendangkalan danau. Kalau danau semakin
dangkal, bisa habis lama-lama sumber air di situ. Kerugian yang dialami
masyarakat sekitar jadi berlipat ganda.
Untuk sekarang, daun dan batang eceng gondok sudah
dimanfaatkan untuk dijadikan produk-produk seperti tas dan aksesori, dibuat
oleh masyarakat sekitar. “Tapi semuanya mesti diangkat, karena kalau cuma
diambil daun dan batangnya, tunasnya masih akan tumbuh lagi,” ucap Pak Irwan.
Eceng gondok ini agak seperti kelapa, menurut saya. Ya,
karena semua bagian tanamannya bisa dimanfaatkan. Sido Muncul juga sudah mulai
memanfaatkan eceng gondok sampai ke akar-akarnya, untuk dijadikan bahan bakar
arang. “Sekarang kami menggunakan 50% bahan bakar dari limbah pabrik dan 50%
gas. Nantinya gas akan digantikan dengan bahan bakar yang diolah dari eceng
gondok,” Pak Irwan menyatakan rencananya. Mereka membeli mesin khusus untuk
mengolah eceng gondok, dan terbuka untuk siapapun yang ingin mempelajarinya.
Canggih juga, ya. Sekali mendayung, dua tiga pulau
terlampaui. Dengan membersihkan eceng gondok, danau jadi bersih dan bisa
dikembangkan untuk wisata, limbahnya pun bermanfaat sebagai bahan bakar untuk
pabrik, dan siapapun masyarakat yang ingin berpartisipasi bisa mendapatkan keuntungan.
Eceng gondok sudah menjadi masalah serupa di beberapa daerah lain. Semoga nantinya
tempat-tempat lain pun bisa meniru apa yang dilakukan di Rawa Pening ini.
Lalu, kenapa Sido Muncul berada di acara Festival Prestasi
Indonesia 2017?
Mereka memang diundang ke sana karena dinilai sudah
memberikan banyak kontribusi terhadap masyarakat, contohnya hal-hal yang saya
sebutkan di atas. Dan saya sempat mendengar jawaban Pak Irwan saat diwawancarai
wartawan tentang amalan Pancasila. Buatnya, mengamalkan Pancasila, ya, harus
dalam bentuk nyata. Saya setuju, karena apalah faedahnya Pancasila jika hanya
dihafalkan sampai ke butir-butirnya. Mempraktikkan sila-sila dan butir-butirnya
dalam kehidupan sehari-hari jauh lebih penting.
Dan tentunya, akhirnya saya berharap agar Rawa Pening akan
segera bersih. Semoga saya, dan banyak orang lainnya, termasuk kamu, nanti ada kesempatan
untuk ke sana, menikmati keindahan alam Rawa Pening.
Kapan-kapan kita ke Rawa Penibmng yuk
ReplyDeleteyuk.. biar gak pening di jakarta melulu ya mbak :P
Deletepas denger cerita Rawa Pening saat pergi ke sana, aku langsung pengen bikin tas dari eceng gondok yang banyaaaakkkk sekali kemudian di ekpor, laku kali ya? Sekarang kan lagi ngetrend banget tas dari rotan, mestinya eceng gondok juga bisa
ReplyDeleteBisa ga ya?
bisaaaa mestinya. ayo bikin business plan-nyaaa :D
DeleteEh ada sido muncul
ReplyDeleteAk termasuk konsumen sido muncul
Di produk tolak angin 👍👍👍