Sudah berkali-kali ke DI Yogyakarta sejak kecil, saya belum
juga bosan dengan provinsi ini. selalu ada saja hal baru bagi saya, yang
menarik untuk dicoba, dilihat, atau dicicipi. Di bulan Juli lalu, saya dan
Diyan ke Yogyakarta dengan tujuan utama menghadiri resepsi pernikahan teman.
Tapi tentunya lebih banyak jalan-jalannya, dong!
Di sini saya akan cerita tentang salah satu saja aktivitas
kami di Yogyakarta waktu itu.
***
Dimulai dengan niat berangkat jam 5 pagi, kami molor jadi
berangkat jam 5.10. Lumayanlah, ya, cuma telat 10 menit. Untuk standar
Indonesia, itu nggak telat!
Jadi, ngapain berangkat pagi-pagi amat?
MAU MAIN SANDBOARDING DI GUMUK PASIR PARANGKUSUMO!
Horeee!
Kegiatan ini sudah beken mungkin sejak 1-2 tahun yang lalu.
Beberapa teman saya juga sudah mencobanya. Akhirnya saya pun punya kesempatan
mencoba!
Dengan motor sewaan, kami meluncur hampir satu jam lamanya dari
penginapan di Alun-Alun Selatan ke arah Parangtritis. Gumuk Pasir Parangkusumo
berada di kanan jalan, melewati belokan di sisi kiri yang menuju Pantai
Parangkusumo.
Sampai di sana, hari sudah terang. Pemandangan sunrise biasa saja, tapi video timelapse
yang dibuat Diyan asyik juga (bisa dilihat di Instagram
StockShot.ID.)
Sepagi itu, belum ada papan seluncur yang disewakan. Tapi
bapak yang menjaga parkiran bilang, bahwa dia bisa mengambilkan papan untuk
kami sewa. “Seratus ribu aja buat seharian,” katanya. Wah, lebih mahal daripada
informasi yang saya baca di blog Fahmi
sebelumnya, cuma Rp75.000 (dia sewa 2 papan, jadi 150.000).
Kami tidak langsung mengiyakan, karena kok rasanya mahal
amat. Waktu yang kami punya maksimal sejam, masa’ mesti menyewa semahal itu?
Tapi setelah bosan memotret pasir kanan kiri depan belakang
atas bawah, akhirnya kami putuskan untuk menyewa papan. Lagipula, sudah jauh-jauh,
disengaja naik motor nyubuh, masa’ kami nggak sandboarding? Satu papan untuk
digunakan bergantian, okelah, nggak mahal amat.
Dan ternyata, keputusan menyewa papan untuk main
sandboarding di Gumuk Pasir Parangkusumo itu sangat tepat adanya! Kenapa?
Karena saya dan Diyan sangat menyukai olahraga ini.
Olahraga?
Yap. Baca terus, deh. Nanti kamu akan mengerti.
Saya bergiliran pertama mencoba sandboarding. “Aku duduk
aja! Nggak berani berdiri!” Yah, saya memang payah dalam hal meluncur, meloncat,
atau main apapun yang sifatnya menjatuhkan diri. Jadi, meluncur sambil duduk di
papan saja sudah prestasi buat saya.
Si Mas, yang mengantarkan papan pada kami, mengajari saya
cara duduk di papan. Ke mana saya harus berpegangan, posisi duduk di papan,
dan, “Tangannya jangan dilepas, biar nggak jatuh.” Kemudian ia menggosokkan
lilin – lilin yang biasa dipakai waktu mati lampu – ke sisi bawah papan luncur.
Tujunnya agar papan licin, nggak kesat ketika bergesekan dengan pasir.
Sambil meluncur, tentunya saya berteriak menahan takut, tapi
lebih banyak girangnya. Macam anak kecil yang sedang main perosotan di taman,
lalu disambung dengan ayunan yang diayun tinggi-tinggi, kira-kira begitulah
girangnya.
Naik ke atas bukit lagi memang agak PR. Pasir empuk dan ambyar begitu agak susah dipanjat. Naik 1 langkah, turunnya 2 langkah. Nah, di situlah letak olahraganya sandboarding; ketika mesti manjat naik ke bukit! Lumayan lho, sampai di atas ngos-ngosan seperti habis lari keliling lapangan bola!
Lihat versi plotagraph-nya di sini. |
Lalu giliran Diyan mencoba. Dia berdiri! Gayanya macam pro,
meluncur sambil berdiri di papan, berusaha menjaga keseimbangan. Luncuran
pertama, great success! Luncuran
berikutnya dia terjatuh sebelum sampai bawah. Tentunya saya ketawain dong,
sebagai istri yang baik.
Tenang aja, bukit pasirnya empuk, kok. Saya pun sempat
beberapa kali menggelinding dari papan ketika hampir sampai bawah. Nggak sakit,
cuma mesti hati-hati aja supaya pasir nggak masuk ke mata atau mulut. Malah
kalau sandboarding tanpa berjatuh-jatuhan, bakal kurang seru!
Setelah naik turun bukit pasir demi meluncur lagi dan lagi,
kami belum puas juga. Rasanya masih ingin meluncur lagi, tapi sayangnya waktu
sudah tak mengizinkan. Resepsi pernikahan teman kami diadakan di siang hari itu
juga. Maka, jam 8.30 kami langsung tancap gas – tentunya setelah membayar sewa
papan – kembali ke penginapan. Niat untuk ke salon dulu sebelum ke resepsi pun
buyar, tak ada waktu lagi.
Gumuk Pasir Parangkusumo, saya akan kembali, suatu hari,
entah kapan. Semoga pasirmu masih asyik untuk main sandboarding!
foto terakhir dabes hahaha!
ReplyDeleteah gue belum pernah main selancar di mana pun, air atau pasir, seringnya di Internet doang. :P
ketara banget keringetannya ya :))
DeleteUdah macam pro kalian, kak.
ReplyDeleteHahahahhaha
Aku hepi baca ini, lho. Kebayang mukanya kalian waktu main.
iyaaa, memang bikin hepiii..
Deletesemoga kamu segera sempat ke jogja lagi buat nyobain juga yaa :))
Waktu liburan ke Jogja ntah berapa tahun silam itu, main kesini kak. Tapi ga nemu bapak2 yang nyewain sandboard itu huh.. seru banget keliatannya ya
ReplyDeletejangan-jangan dulu memang belum ada mainan ginian di sana ya..
DeleteHahahaha kok seru sih ini main Sandboarding.... Duh jadi pengen juga nyobain main di gumuk pasir ini. Dulu sempat ke sini juga tapi buat ground handling gantole, nggak main sandboarding nya. Harus cobain ini di Jogja! Hohohohohoho...
ReplyDeletehehehe.. iya sat, kalo lo main pasti jago deh sambil berdiri pun :D
Deleteku pas ke sini tengah hari bolong,, itu pasir panasnya kek minyak goreng jadi cuma narsis bentar ama produk byviratanka eaakk next time ah mau~
ReplyDeletehahahaa... gilak, nggak kebayang panasnyaaaa kalo siang bolooong
Delete