Pulau Mykonos, yang ketenarannya hampir menyamai
Santorini,
dikenal sebagai pulau pesta. Banyak orang datang ke sana untuk berlibur sambil
clubbing sepuasnya. Walaupun ide kami
berpesta adalah kemulan dalam selimut sambil makan makanan
delivery dan menonton film di rumah, kali ini saya dan Diyan berniat
untuk
clubbing di Mykonos. Sekadar
penasaran dengan
hype-nya. Rencana
kami pergi ke klab Paradise, yang sepertinya paling terkenal di seluruh pulau.
Tapi, kami sisakan rencana itu untuk hari terakhir di sana.
Hari pertama kami sampai di Mykonos sudah cukup siang.
Sesudah
check in di
Myconian Inn,
sisa hari kami habiskan dengan menyusuri gang-gang sempit yang berliku,
melewati pertokoan rapat, berakhir di deretan kafe tepi pantai. Di ujung teluk,
beberapa feri merapat, sebagian mengangkut penumpang menuju
Pulau Delos. Cuaca
hari itu cukup hangat, kabar baik bagi radang tenggorokan saya. Dan akhirnya
saya bisa jalan-jalan tanpa jaket.
|
Myconian Inn. |
|
Hore! Cuaca cukup hangat! |
|
Lemon pemberian pedagang buah, karena saya cuma beli satu. Lumayan untuk menyembuhkan radang tenggorokan. |
|
Suvenir-suvenir di etalase menunjukkan ke-party-an Mykonos. Agak mengingatkan pada
Kuta Bali, tapi tidak begitu vulgar. Ada pula toko suvenir Cavo Paradiso, salah
satu klab malam beken di sana (belum lama ini Steve Aoki pun nge-DJ di sana).
Penjaga tokonya meladeni kami dengan ramah, bahkan memberi tahu jadwal acara klab
mereka, dan menawarkan alat super canggih bernama power bank. Ya, dia
menjelaskan betapa praktisnya penemuan baru ini, “You just need to plug in your phone and it’s charging!” Hm,
mungkin dia belum tahu bahwa orang Indonesia biasanya lebih savvy soal begituan. Akhirnya kami hanya
membeli gelang karet berwarna-warni dan camping
mug bercap Cavo Paradiso.
|
Dari sponge sampai lukisan di piring, semua ada. |
|
Party island! |
Di hari berikutnya, setelah memasukkan beberapa potong baju
ke laundry, kami menyusuri gang-gang
yang lebih jauh dari hotel. Tanpa tujuan jelas, kami sampai di suatu pantai
sepi. Dua tiga kapal berlayar di lautan, sederet kincir angin berdiri kokoh di
daratan yang agak tinggi; khas pemandangan magnet oleh-oleh Yunani.
Seorang
kakek berpakaian mirip kapten pelaut (referensi saya Kapten Haddock, sobatnya
Tintin) duduk diam di sisi salah satu kincir. Saya mendekat dan berusaha
memulai percakapan dengannya karena ingin tahu lebih jauh tentang kincir itu,
tapi raut wajahnya tampak sangat tidak bersahabat. Entah, apakah dia tidak suka
dengan kehadiran saya, atau mungkin dia tak melihat saya karena penglihatan
yang terganggu. Yang jelas, dia tak membalas sapaan saya. Takut mengganggu,
perlahan saya menjauh dan menyusul Diyan yang sudah turun ke pantai.
|
Ke mana kira-kira kapal itu berlayar? |
|
Kakek dan kincir angin. |
|
Kakek kelihatan kurang ramah, saya melipir ke pantai aja deh. |
Sempat terbersit untuk pergi ke klab di malam harinya. Tapi
kami lebih memilih untuk menikmati seafood di salah satu restoran terbaik di
Mykonos, Niko’s Taverna. Restoran ini padat pengunjung. Meja kursi disediakan
sampai ke area perluasan di seberang restoran, hingga memenuhi gang. Para
pramusaji yang semuanya bapak-bapak harus berkelit gesit di sela meja-meja tiap
mengantarkan makanan. Kami harus menunggu agak lama sampai pesanan dihidangkan,
tapi penantian itu terbayar dengan rasanya yang lezat, dan taburan udang serta
cumi yang cukup banyak di atas pasta.
|
Kami mendapat rekomendasi tentang Niko's Taverna dari internet. Reputasinya benar! |
|
Diyan yang harus sabar sebelum makan karena saya ingin memotret makanan lebih dulu. |
Namun, hari masih sangat terang. Maka kami putuskan untuk detour ke pantai yang katanya terindah
di pulau itu, Panormos. Rutenya melewati jalan aspal berliku-liku. Padang
rumput terhampar di segala penjuru, dengan bangunan yang jarang-jarang ada.
Jumlah bangunan mungkin hampir sama dengan jumlah hewan ternak yang sedang
asyik merumput; kuda, domba, dan sapi. Wah, sungguh berbeda dengan gambaran
akan Mykonos yang selama ini kami dapatkan. Ternyata Pulau Mykonos punya bagian
besar yang asri, bukan hanya kota Mykonos yang padat dengan bangunan dan
manusia.
Sampai di Pantai Panormos, saya tak bisa menahan komentar,
"
Kayak gini pantai bagusnya?!"
Memang, setelah main ke pantai-pantai cantik di Indonesia, saya sudah tercuci
otak bahwa pantai indah adalah berpasir putih, luas, dan airnya biru jernih.
Sedangkan Panormos dan banyak pantai lainnya di Laut Aegea berpasir hitam
akibat letusan vulkanik berabad-abad yang lalu. Saya dan Diyan cuma duduk-duduk
sebentar di sana, memerhatikan sekelumit orang-orang yang bersuka cita berenang
dan berjemur.
Walaupun bagi saya Panormos tidak begitu indah, pantai ini bisa juga menginspirasi saya untuk menggambar dan menjadikannya scarf;
klik di sini.
|
Ternak di sini sepertinya tak akan kelaparan karena banyak sekali rumput. |
|
Pantai Panormos yang cukup luas untuk bermain-main. |
|
Bagian Mykonos yang menurut Diyan seperti Pondok Cabe. |
Pencarian kami akan Paradise Club berlanjut. Kami kembali ke
arah timur, melewati kota tertua di pulau, Ano Mera. Di Taverna Giorgos kami
mampir untuk makan malam yang agak awal. Tumben, makanannya terasa berbumbu,
lebih enak dari makanan lokal lain yang pernah kami coba, tapi sama enaknya
dengan Niko’s. Harganya pun tak semahal di kota Mykonos.
Namun suasana kota
sekitarnya sepi sekali, seperti hari Minggu yang dihabiskan orang-orang di rumah.
Di jalanan hanya ada mobil melintas sesekali, di restoran hanya ada 2-3 orang
tamu selain kami, dan
beberapa ekor kucing menggemaskan.
|
Kencan di Ano Mera. |
|
Hei, kenapa saya dipelototi? |
|
Fluffy McChubby. |
Perut kenyang, kami lanjut naik motor mencari tempat clubbing ternama itu. Setelah beberapa
kilometer, terlihat papan penunjuk arah ke "Super Paradise" dan kami
mengikutinya. Sempat bingung kenapa namanya jadi ada "Super", tapi
sama-sama Paradise, jadi, ya pasti benarlah.
Teruuuus saja, jalan berkelok-kelok dan naik turun. Lalu
sebuah jalan turunan curam muncul di hadapan. Oh, tidak! Seram sekali! Agaknya,
kemiringannya lebih dari 45 derajat! Saya memeluk Diyan erat-erat dari belakang
seiring dia mengendalikan motor dengan kewaspadaan ekstra menuruni jalan sempit
itu. Fiuh! Lega sekali begitu sampai di bawah. Soal menanjak, dipikirkan nanti
saja lagi. Yang penting sekarang kami mau berpesta!
Lalu sampailah kami di lokasi. Super Paradise.
Sepi.
Meja kursi berwarna putih tersusun di tepi
pantai, di bawah payung-payung
kuncup. Cuma ada seorang lelaki yang sedang membersihkan perabot. Jam sudah
menunjukkan pukul 8 malam. Ke mana orang-orang yang siap berpesta?
Lalu tiba-tiba musik dance
terdengar, baru saja disetel. Bukan DJ yang bermain live. Persis klab yang baru bersiap-siap untuk buka.
Sepertinya kami kepagian. Pesta di sini dimulai, mungkin,
menjelang tengah malam.
"Mau nunggu di sini atau balik aja?" tanya Diyan.
Saya membayangkan kaki yang hanya terbalut celana pendek ini
akan semakin merinding jika nanti kami harus bermotoran kembali ke hotel dini
hari. Ditambah lagi radang tenggorokan yang baru saja mulai sembuh. "Balik
aja, yuk."
Maka kami kembali melewati jalan curam yang tadi, saya pun
kembali memeluk Diyan erat-erat dan lega begitu sampai di atas. Itu
tanjakan/turunan tercuram yang pernah saya lewati naik motor!
|
Matahari baru akan tenggelam saat kami kembali ke hotel. |
Di perjalanan kembali ke kota Mykonos, kami berpapasan
dengan bus-bus yang membawa para turis. Tampak dari luar mereka berpakaian dan
beraksesori seperti akan clubbing.
"Tuh benar, kita memang kecepetan.
Orang clubbing, sih, baru keluar jam
segini," saya berseru di boncengan motor, berlomba dengan tiupan angin
yang makin kencang, dan semakin menyadari kebodohan kami berdua. Dan entah
kenapa, tak satupun foto di area klab tadi yang kami ambil.
Yah, terpaksa gagal rencana kami berpesta di klab ternama di
Mykonos. Bahkan mungkin kami telah datang ke klab yang salah. Apapun itu, tak
ada pesta bagi kami di Mykonos.
|
Suasana kota Mykonos malam hari. |
|
Saat para clubbers baru mulai keluar. |
|
Saat hendak sarapan di Gioras, hari terakhir. |
|
Mykonos, bahkan gangnya menarik untuk diajak foto bareng. |
|
Risoto marinara, dan yang satu lagi saya lupa apa, tapi mirip lasagna. |
|
Menuju Pantai Panormos di bawah sana. |
|
Athens School of Fine Arts di Mykonos. |
|
Pemandangan yang cukup jamak di Mykonos. |
|
Yuk, main air dulu! |
|
Segar, jernih, dan dingiiinnn! |
uhuhuhuuuy...
ReplyDeleteTernyata pondok cabe dan mykonos sebelas dua belas yaaa... :)))
hiks, tapi jadi kangen orang-orang ramah di Mykonos :((((
kamu sih referensinya meuni pondok cabe pisan :)))
Deleteiyaa.. orang-orang ramah, nggak termasuk si kakek yang di kincir :))
waaah kalian anak kelabing amatir, hahaha.
ReplyDeletebtw, itu risotto marinara nafsuin banget, rasanya sesuai penampilannya gak?
kayaknya sih lebih amatir dari amatir :))
Deleterasa risotto-nya enak kok, gak nolak kalo dihidangkan itu lagi sekarang :P
Tossss sesama bukan anak party. :D Di usia segini tengah malem mendingan selimutan di hotel sih memang. Tapi kalo dulu pas masih awal-awal kerja hayuk aja kalo ada yang ngajak keluyuran malem-malem. Mykonos ini cakep bener ya kincir anginnya. Khas Yunani banget.
ReplyDelete