Pages

Aug 24, 2018

Pengalaman Nonton Open-Aired Cinema di Athena



Pernah nggak, nonton film berbahasa asing dengan teks bahasa asing lainnya, padahal kamu nggak ngerti kedua bahasa itu sedikitpun? Saya pernah, waktu nonton film The Hundred Year Old Man Who Climbed Out A Window And Disappeared di Athena. Awalnya saya dan Diyan mengira film itu berbahasa Inggris, jadi nggak masalah kalau teksnya berbahasa Yunani. Ternyata, seperti novel aslinya, dialog dalam film ini berbahasa Swedia. Waduh! Walhasil kami cuma bisa menebak-nebak jalan ceritanya karena belum pernah pula membaca novelnya.


Selain karena insiden bahasa, ada lagi alasan yang membuat nonton di bioskop Dexameni ini menjadi salah satu pengalaman kami yang paling berkesan selama di Yunani. Waktu itu pertama kalinya kami menonton di bioskop terbuka alias open-aired cinema, yang bukan sekadar acara pop-up atau layar tancap. Di Yunani sudah jamak bioskop terbuka beroperasi selama musim panas, bahkan di Athena saja ada beberapa pilihan bioskop.

Bioskop Dexameni terletak di area Kolonaki, yang belakangan baru saya tahu merupakan daerah elite di Athena. Pantas, di sana banyak kafe stylish, suasananya tenang, tidak terlalu ramai, dan terasa upscale dari desain-desain gedungnya walaupun sederhana. Bioskopnya sendiri berada di ujung suatu jalan pemukiman, yang kala itu hanya boleh dilintasi pejalan kaki. Di luarnya terdapat beberapa set meja kursi di tengah jalan, tempat orang-orang ngopi, ngebir, dan ngemil. Menaiki tangga, kami disambut loket permanen yang dijaga seorang ibu berambut cokelat, bergaris wajah tegas namun tak lupa tersenyum ketika kami membeli tiket.

Pintu masuk Dexameni. 
Tempat jajan.

Kongko di luar bioskop.


Harga tiket waktu itu, tahun 2015, 7,5 euro. Di sebelah loket terdapat konter yang menjual makanan dan minuman dalam ruangan semi terbuka yang asri. Karena masih kenyang, kami langsung masuk ke bioskop, memilih tempat duduk; tiket bioskop tidak disertai nomor kursi. Walaupun posisi layar tinggi, saya tetap memilih tempat duduk di deretan agak depan untuk meminimalkan kemungkinan pandangan saya terhalang kepala orang jangkung di depan.

Empat sisi bioskop itu berdinding, tapi tidak beratap. Pucuk-pucuk pepohonan menyembul di sekeliling bioskop, dan beberapa gedung tinggi nampak di latar belakang. Hampir sepanjang film diputar, suara klakson dan anak-anak kecil bermain di luar bisa terdengar lamat-lamat dari dalam bioskop. Tapi suara-suara itu tidak sampai mengganggu, hanya menandakan musim panas yang dinanti-nanti telah tiba.

Kami berusaha mengerti alur cerita film sambil sesekali cekikikan menertawai kebodohan kami sendiri. Masih untung bahwa ada bagian narasi berbahasa Inggris, dan bahwa banyak adegan yang cukup slapstik, sehingga kami tidak buta sepenuhnya.

Hari pertama di bulan Juni, masih sepi yang menonton.

Asbak disediakan di beberapa meja kecil.

Loket tiket bioskop.


Novel The Hundred Year Old Man Who Climbed Out A Window And Disappeared karya Jonas Jonasson akhirnya saya baca tiga tahun kemudian dalam versi bahasa Inggris. Walaupun banyak orang yang bilang bahwa novel itu sangat lucu, entah kenapa saya jarang sekali tertawa ketika membacanya. Bagi saya, lebih berkesan pengalaman nonton filmnya di Dexameni. Apalagi, itu adalah malam terakhir kami di Yunani. Perjalanan dari bioskop kembali ke Airbnb naik kereta dan jalan kaki, rasanya ingin sekali kami lambat-lambatkan agar masih lama berada di negeri itu.

Bisa baca nggak? Hehe.


Note:
Tulisan ini sepertinya menjadi penutup dari seri blog post #HellasTrip alias catatan perjalanan saya dan Diyan selama sebulan di Yunani. Walaupun tersendat-sendat menyelesaikannya hingga 3 tahun dengan diselingi cerita destinasi-destinasi lainnya, senang sekali saya akhirnya bisa kelar. 
Habis ini, saya bercerita tentang destinasi apa lagi, ya? 



4 comments:

  1. Aahhh, lucu ya. Bahagia liat bioskop kebuka gini. Ku jadi inget pernah baca ada juga bioskop begini di Jakarta, tapi modelnya beda, pop-up dan duduk melantai dengan alas duduk gitu,

    ReplyDelete
    Replies
    1. bioskop pop-up di Jakarta, yang di mana Re? Gue juga pernah tapi ada bangkunya, di daerah JakPus

      Delete
  2. kebayang banget nonton film pakai subtitle lokal, hahaha... cuma kayaknya ambience-nya yang bikin seru banget, ya. dengan kursi ala sutradara nonton di ruang terbuka pula...

    selamat ya selesai juga utang nulis Yunani, mungkin ada rencana jalan ke mana lagi setelah Yunani? :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. hmm.. rencana jalan sedang ditimbang-timbang.. ada beberapa pilihan tapi juga ada beberapa keperluan lainnya, jadi belum tau nih mau gimana :D

      Delete