Pages

Sep 18, 2019

Mencari Komik, Art Nouveau, dan Wafel di Brussels


-->



Brussels adalah entry point saya ke Belgia. Dilihat sekilas, benar saja kata teman saya bahwa Brussels nggak secantik Paris. Tapi nggak masalah, karena saya ke sana untuk berkunjung ke museum komik, melihat gedung-gedung Art Nouveau, makan waffle dan kentang goreng. 


Berburu Gedung Art Nouveau

Dari mata kuliah Sejarah Seni Rupa dulu saya mengetahui ada aliran seni yang namanya Art Nouveau, yang berkembang pada tahun 1890-1910. Tapi saya baru tahu bahwa gaya ini berkembang di Brussels, salah satunya karena perekonomian Brussels yang sedang berkembang waktu itu. Art Nouveau bisa ditemukan pada arsitektur, perabot, mode pakaian, hingga poster dan font. Ciri khas gaya yang dekoratif ini adalah bentuk floral dan sulur yang organik, serta penggunaan materi baja dan besi pada bangunan.


Masih banyak gedung bergaya Art Nouveau yang bertahan di Brussels, seperti yang dijabarkan di sini. Sayangnya, saya cuma sempat datang ke dua gedung saja. Gedung pertama adalah yang sekarang berfungsi sebagai Belgian Comic Strip Center. Gedung ini dirancang oleh Victor Horta, salah satu pelopor arsitektur Art Nouveau pertama. Elemen Art Nouveau sudah terlihat dari fasad gedung ini, dan lebih kental lagi pada interiornya, mulai dari pagar tangga hingga tiang lampu. Pada awalnya ia berfungsi sebagai toko tekstil. Baru di tahun 1989 gedung ini dialihfungsikan sebagai museum komik setelah direnovasi.

Museumnya sendiri menarik karena saya memang suka baca komik Belgia seperti Smurf, Johan & Pirlouit, Steven Sterk, Agen Polisi 212, Lucky Luke, dan tentunya Tintin. Museum ini bukan hanya memamerkan panel-panel komik, tapi juga menjelaskan tahap-tahap pembuatannya, genre-genrenya, dan tentang sejarah gedungnya sendiri.

Gedung Art Nouveau bernama asli "Magasins Waucquez" ini sekarang berfungsi sebagai pusat komik.
Tangga yang iconic dan roket Tintin yang tak kalah terkenalnya.

Lantai 2 museum komik.
Diorama Desa Smurf.


Tiang lampu yang juga bergaya Art Nouveau.

Toko komik dan suvenir di lantai bawah. 

Lucky Luke si tampan dan cerdik bersama Jolly Jumper.
Gambar akan Victor Horta, sang bapak Art Nouveau, dan rancangan gedung Magasins Waucquez.


Gedung kedua yang saya hampiri adalah Musical InstrumentsMuseum. Fasadnya lebih njelimet dan cantik dibandingkan gedung komik tadi. Waktu saya ke sana hari Senin, museum ini tutup. Untungnya saya memang cuma ingin menggambarnya dari seberang jalan. Diyan, seperti biasa, dengan sabar menunggu saya menggambar, sambil jalan-jalan di sekitar lokasi dan memotret macam-macam. Saya pun harus bersabar, menggambar detail yang banyak itu dengan jemari yang hampir membeku karena dinginnya angin berembus.

Sketsa yang bikin jemari beku.

Peninggalan Art Nouveau di Brussels.
Perhatikan deh detailnya. Bayangkan seperti apa pusingnya membuat itu semua.
Pemandangan di sekitar Musical Instruments Museum.


Mural Komik Smurf

Mural-mural komik di Belgia sudah sering saya lihat di foto orang-orang. Saya pun ingin melihatnya langsung karena memang terlihat atraktif sekali. Bakal senang rasanya berjalan di samping tembok yang digambari komik raksasa. Sebenarnya ada juga walking tour comic walk, tapi saya memilih untuk jalan sendiri.

Berbekal alamat mural yang saya temukan di website ini, saya hanya berhasil menemukan 1, yaitu mural desa Smurf. Ini pun tadinya udah nyerah, karena di titik yang ada di alamat, kok nggak ada mural sama sekali. Padahal saya nyarinya udah dibantuin Diyan, yang lebih lihai baca peta. Sampai suatu saat nggak sengaja saya menengadah di dekat stasiun kereta. Ternyata muralnya berada di langit-langit! Oh, it really made my day! Saya yakin, kalau punya waktu lebih panjang lagi di Brussels, pasti saya akan bisa menemukan mural-mural lainnya.

Desa Smurf!!


Lezatnya Wafel Belgia

Satu lagi perburuan yang gagal adalah mencoba wafel MaisonDandoy, yang direkomendasikan website ini. Gagalnya karena antrean yang terlalu panjang, padahal saya udah lapar banget. Jadi, saya beli saja wafel di toko sebelahnya, yang jauh lebih sepi. Dan ternyata, enak! Melahapnya sambil ‘ngemper’ di trotoar Grote Markt seperti banyak orang lainnya, nggak mengurangi kelezatan wafel yang saya lupa mereknya ini. Entahlah Maison Dandoy seenak apa, yang random begini aja rasanya ngangenin! Crispy on the outside, soft and moist inside, topped with a delish chocolate syrup. Slurp!

Di mana ya, wafel yang seenak ini di Jakarta?

French Fries Berasal dari Belgia

Ketakjuban saya soal makanan lainnya di Belgia adalah kentang goreng alias French fries. Jadi, ternyata French fries bukan berasal dari Prancis, tapi dari Belgia. Alkisah, waktu masa perang dunia, ada seorang tentara Inggris yang suka sekali dengan kentang goreng bikinan seorang Belgia yang berbicara dalam bahasa Prancis. Dengan polosnya, si tentara Inggris ini mengira orang itu adalah orang Prancis, maka dia mempopulerkan kentang goreng dengan sebutan French fries. Padahal, penduduk Belgia memang bahasanya kalau nggak Belanda, sedikit Jerman, ya Prancis.

Kami sebenarnya lebih banyak mencoba kentang goreng ketika di Rotselaar dan Louvain-la-Neuve. Salah satu yang kami coba adalah curry & fritz, yaitu kentang goreng dengan saus kari. Potongannya lebih besar dan panjang daripada kentang goreng di Indonesia, mungkin karena kentang aslinya pun lebih besar-besar. Rasanya gurih, teksturnya garing sekaligus lembut, dan disajikan selagi hangat.




Grote Markt dan Les Galeries Royales Saint-Hubert

Di luar ini semua, yang juga mengesankan bagi saya di Brussels adalah Grote Markt dan Les Galeries Royales Saint-Hubert. Yang terakhir ini adalah lorong panjang pertokoan mewah, dirancang oleh arsitek Jean-Pierre Cluysenaer. Diresmikan pada tahun 1847 oleh Raja Leopold, pembangunan mal ini diawali dengan pembebasan lahan yang tak lepas dari konflik dengan sebagian pemilik lahan sebelumnya. Terdengar cukup familier, ya?

Desain gedungnya memang cocok sebagai pertokoan elite.


Sedangkan Grote Markt alias Grand Place adalah alun-alunnya Brussels. Empat sisi lapangan cobbled stone ini dipagari gedung-gedung ciamik yang dulunya merupakan balaikota, gedung pertemuan, dan rumah-rumah bangsawan atau hartawan. Namun yang kita lihat sekarang, gedung-gedung ini adalah hasil restorasi setelah pemboman di tahun 1695. Kami menemukan Grote Markt ini nggak sengaja. Ya karena mau makan wafel itu tadi, yang ternyata letak gangnya di salah satu sisi Grote Markt. Tentunya ini adalah ketidaksengajaan yang bikin saya berdecak kagum.


Grote Markt yang ramai dengan turis.
Town Hall yang entah sengaja dibuat asimetris atau tidak.
Sebagian detail dari town hall.

Tiap patung menggambarkan cerita yang berbeda-beda. 

Mau berfoto di sini susah sekali nunggu kosongnya.
Detail pada salah satu pintu Town Hall.
Salah satu rumah orang kaya di Grote Markt.

No comments:

Post a Comment